Hikmat Allah dan Hikmat Manusia

Dalam pendalaman Alkitab (PA) sebelum-sebelumnya sudah dibahas 1 Korintus 1:1-17. Kitab Korintus adalah surat dari Paulus dan Sostenes kepada jemaat Allah di Korintus dan orang-orang di segala tempat yang berseru kepada Tuhan Yesus Kristus. Setelah salam, Paulus juga mengucap syukur di ayat 4-9 atas kasih karunia Allah yang dianugerahkan-Nya dalam Yesus Kristus yang setia.

Di ayat 10-17 dibahas juga mengenai jemaat yang mempermasalahkan baptisan yang mengakibatkan perselisihan dan perpecahan di antara mereka. Namun Paulus menekankan bahwa hal yang lebih penting bukanlah tentang pembaptisan, melainkan tentang pemberitaan injil.
1 Korintus 1:17 Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis 6 , f  tetapi untuk memberitakan Injil; dan itupun bukan dengan hikmat g  perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia. 
Di persekutuan tanggal 10 Agustus 2013 yang lalu, Persekutuan Karlsruhe mengangkat tema diskusi dari 1 Korintus 1: 18-31 mengenai Hikmat Allah dan hikmat manusia, khususnya dalam pemberitaan tentang salib. Di ayat-ayat ini, ditunjukkan perbandingan dan perbedaan yang kontras antara Hikmat Allah dan hikmat manusia.

Pemberitaan salib dapat dilihat dari dua cara pandang. Bagi orang yang akan binasa, hal ini adalah kebodohan. Sedangkan bagi kita yang diselamatkan, hal ini adalah kekuatan Allah.
1:18 Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan h  bagi mereka yang akan binasa, i  tetapi bagi kita yang diselamatkan j  pemberitaan itu adalah kekuatan Allah 7 . k
Hikmat dunia di mata Allah adalah kebodohan dan akan dibinasakan-Nya, karena tidak mengenal Allah oleh Hikmat-Nya. Sebaliknya, Allah justru menyelamatkan lewat kebodohan pemberitaan Injil.
  1:19 Karena ada tertulis: "Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan. l 1:20 Di manakah orang yang berhikmat? m Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? n  Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini 8 menjadi kebodohan? o  1:21 Oleh karena dunia, p  dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan q  mereka yang percaya r  oleh kebodohan pemberitaan 9  Injil. 
Dalam sejarah perjalanan bangsa Israel di Perjanjian Lama, mereka sering mendapatkan tanda-tanda atau mukjizat dari Allah mereka, misalnya ketika air pahit menjadi manis, keluarnya air dari batu, dan keruntuhan tembok Yerikho. Oleh karena itu, bangsa Yahudi menjadi malu untuk memberitakan tentang Yesus yang mati disalibkan, setelah dicambuk dan ditelanjangi. Penyaliban Yesus menjadi batu sandungan bagi bangsa Yahudi yang selalu mengharapkan tanda-tanda yang besar.

Bangsa Yunani dikenal dengan filsuf-filsufnya yang terkenal dan intelek. Mereka mengandalkan logika atau hikmat manusia, dan mencari penjelasan ilmiah. Bagi bangsa Yunani, kebangkitan setelah kematian itu sangat tidak masuk akal. Maka tidak berbeda dengan bangsa Yahudi, bagi bangsa Yunani yang selalu mencari hikmat dunia, penyaliban Yesus pun adalah dianggap sebagai suatu hal yang negatif, yaitu kebodohan.

Tapi bagi kita yang dipanggil, Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah. Dari cara pandang bangsa Yahudi dan Yunani tersebut, kita diingatkan bahwa mukjizat yang besar dan hikmat dunia bukanlah hal yang layak kita cari. Di balik penyaliban Yesus, kita justru dapat melihat kekuatan dan hikmat Allah. Oleh Hikmat Allah, Yesus mendoakan orang yang meludahi dan mencambukNya, padahal Dia juga sudah mau menyerahkan nyawa-Nya untuk mereka. Di situ nyatalah juga kekuatan kasih Allah dalam keadaan-Nya yang lemah di dalam perjalanan salib-Nya.
1:22 Orang-orang Yahudi menghendaki tanda s  dan orang-orang Yunani mencari hikmat, 1:23 tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: t  untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan u  dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, v  1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, w  baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah x  dan hikmat Allah. y  
Bodoh dari Allah itu justru lebih besar hikmatnya daripada hikmat manusia. Yang lemah dari Allah pun lebih kuat dari manusia. Hal ini dapat kita baca juga di Perjanjian Lama, bahwa Tuhan justru memakai yang lebih kecil untuk menyatakan kuasaNya supaya menjadi lebih nyata dan kita tidak memegahkan diri di hadapan Allah. Tuhan memilih Yakub daripada Esau, Efraim daripada Manasye, dan Yusuf di antara saudara-saudaranya untuk memimpin bangsanya.
1:25 Sebab yang bodoh z  dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah a  dari Allah lebih kuat dari pada manusia. 1:26 Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: b menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, c  tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. 1:27 Tetapi apa yang bodoh d  bagi dunia, dipilih e  Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah 10  untuk memalukan apa yang kuat, 1:28 dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, f  dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti 11 1:29 supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah. g  
Allah yang membenarkan, menguduskan, dan menebus kita oleh Hikmat-Nya di dalam Yesus Kristus, supaya apapun yang kita lakukan dengan kekuatan Tuhan dapat kita kembalikan kepada Tuhan dengan bermegah di dalam Tuhan. Kita bukanlah siapa-siapa, tetapi Tuhanlah yang memilih kita orang lemah supaya kuasa Allah menjadi nyata.
1:30 Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, h  yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita 12 . Ia membenarkan i  dan menguduskan j  dan menebus k  kita. 1:31Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan. l "
Semoga posting blog ini bisa menjadi berkat bagi yang membaca, terutama yang tidak bisa hadir di Persekutuan Karlsruhe tanggal 10 Agustus 2013 yang lalu. Soli Deo gloria!

Untuk diskusi lebih lanjut, pertanyaan, atau koreksi, pembaca juga boleh menulis komentar.

Kommentare

  1. Menurutku akan lebih bagus kalau kita juga bisa menambahkan contoh yang sesuai dengan zaman sekarang.

    AntwortenLöschen
  2. Kita dapat mengambil dari beberapa sudut pandang mis: sebagai student, sebagai anak dan orang tua di dalam keluarga, sebagai karyawan perusahaan.

    AntwortenLöschen

Kommentar veröffentlichen

Beliebte Posts aus diesem Blog

Takut?

Tubuh Kristus